Rabu, 07 Maret 2012

“Gizi Seimbang” sebagai Ganti 4 Sehat 5 Sempurna"

Slogan 4 sehat 5 sempurna diciptakan pada tahun 1950-an oleh Prof. Poerwo Soedarmo yang sering disebut juga sebagai Bapak Gizi Indonesia. Semenjak bersekolah di Sekolah Dasar, kita sudah diberikan pemahaman tentang pentingnya makanan bergizi. Dan untuk memudahkan, dicetuskanlah slogan yang cukup mudah diingat yaitu 4 Sehat 5 Sempurna (4S 5S), oleh (alm) Prof. Poorwo Sudarmo, seorang pakar gizi. Artinya, dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari hendaknya mengandung 4 unsur zat gizi, yaitu karbohidrat (didapat dari makanan pokok), protein (dari tahu, tempe, daging-dagingan dan telur), mineral (dari sayur-sayuran), dan vitamin (dari buah-buahan). Keempat unsur “sehat” tersebut akan menjadi sempurna (5 “sempurna”) manakala ditambah dengan satu jenis minuman multimanfaat yaitu susu.
Slogan “4 Sehat 5 Sempurna 6” halal menjadi slogan utama yang juga perlu diperhatikan. Kehalalan, seharusnya juga menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan sebelum menyantap makanan. Cara mudahnya adalah dengan mencari logo halal versi MUI atau Majelis Ulama negara setempat apabila kita membeli makanan impor atau di luar negeri. Mengapa penting untuk meneliti ada tidaknya sertifikasi halal MUI? Tak lain karena ditengarai bahwa 47% makanan ternyata logo “halal”nya palsu.
Kembali ke slogan 4S5S, ternyata slogan ini sudah dieliminasi sejak 1992 oleh FAO (badan PBB untuk Pangan dan Pertanian). Namun baru diadopsi oleh Indonesia pada 1995. Ironisnya selama 16 tahun ternyata kurang disosialisasikan. Baru akhir Januari yang lalu ditegaskan bahwa slogan tersebut sudah ditinggalkan dan diganti dengan konsep “Gizi Berimbang”. Tak heran, muncullah beberapa pertanyaan, seperti : “Kenapa dengan 4S5S?“, atau “Unsur-unsur apa saja yang harus berimbang?”, juga “Bagaimana perbandingan yang sehat itu?”
Prinsip 4S5S dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan ilmu Gizi karena susunan makan yang terdiri dari 4 kelompok tersebut belum tentu sehat, karena bergantung pada kecukupan porsi dan variasi zat gizinya. Menurut Idrus Jus’at (ahli gizi dari univ. Indonusa Esa Unggul), konsep “Gizi Seimbang” tidak hanya memperhatikan sumber zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak, dan air) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral), tapi juga harus memperhatikan faktor eksternal seperti usia, aktivitas fisik dan kondisi seseorang, kebersihan, dan berat badan ideal.
Tinggalkan Prinsip “4 Sehat 5 Sempurna”. Makanan sehat pada prinsipnya memiliki gizi berimbang, Peringatan pemerintah ini berdasarkan Pedoman Departemen Kesehatan tahun 1995 agar masyarakat tak lagi memegang prinsip ’empat sehat lima sempurna’. ”Menu makanan sehat adalah gizi seimbang dengan 3B plus A,” tutur dosen Politeknik Kesehatan Denpasar, Jurusan Gizi. Untuk mencapai ’empat sehat lima sempurna’ masyarakat harus mengonsumsi susu. Setelah 20 tahun mengonsumsi susu, mereka justru rentan mengidap gangguan penyakit noninfeksi akibat kelebihan energi. Tentu saja kelebihan energi ini tak hanya akibat mengonsumsi susu. Bisa juga akibat zat lain yang berlebihan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin.
Makanan sehat harus memegang prinsip 3 B plus A yang meliputi bergizi, berimbang, beragam, dan aman. Makanan harus bergizi yaitu mengandung semua unsur gizi yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain bergizi, makanan harus berimbang yakni komposisi zat-zat tersebut disesuaikan dengan keperluan tiap orang yang tidak sama.
Protein dan vitamin pun harus beragam untuk memaksimalkan unsure gizi. Faktor warna juga harus diperhatikan. Minimal 3 warna dalam sehari. Ragam warna alami pada buah berfungsi sebagai antioksidan yang diperlukan tubuh. Di samping mencakup 3 B tersebut, kata Dayu, bahan makanan harus aman dikonsumsi. Yaitu, aman dari mikroba serta bahan tambahan makanan seperti penyedap, bahan pengawet, dan pewarna.
Selain itu, sebaiknya bahan makanan bebas pestisida. Saat ini masih sulit mencari jenis sayur dan buah organik. Hal ini karena tanah untuk media tanam pun telah tercemar pestisida. ”Mungkin lebih baik menanam sendiri sayur dan buah,” sarannya. Meski begitu ia menganjurkan masyarakat membeli sayur dan buah organik. Salah satu ciri sayur organik, pada sayur terdapat lubang bekas dimakan ulat, sementara pada buah organik permukaannya tidak halus mulus. Ayo.. mau pilih prinsip sehat yang mana sekarang?? Hmm.. (Hilda-EMULSI)

Tidak ada komentar: